Pernikahan Adalah Fitrah Bagi Manusia

Pernikahan Dalam Islam
Selamat Datang Di Pendidikan Keluarga , ini adalah post saya selanjutnya di Pendidikan Keluarga yang selalu berbagi Tips Keluarga di post ini saya akan berbagi hal dasar dalam suatu keluarga, yaitu Pernikahan adalah fitrah bagi manusia. Karena sebuah keluarga berawal dari sebuah pernikahan antara dua insan yang jatuh cinta dan ingin membina suatu keluarga.

PERNIKAHAN ADALAH FITRAH BAGI MANUSIA

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Agama Islam adalah agama fitrah, dan manusia diciptakan Allah ‘Azza wa Jalla sesuai dengan fitrah ini. Oleh karena itu, Allah ‘Azza wa Jalla menyuruh manusia untuk menghadapkan diri mereka ke agama fitrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan sehingga manusia tetap berjalan di atas fitrahnya.

Pernikahan adalah fitrah manusia, maka dari itu Islam menganjurkan untuk menikah karena nikah merupakan gharizah insaniyyah (naluri kemanusiaan). Apabila gharizah (naluri) ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah, yaitu pernikahan, maka ia akan mencari jalan-jalan syaitan yang menjerumuskan manusia ke lembah hitam.

Firman Allah ‘Azza wa Jalla:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam), (sesuai) fitrah Allah, disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [Ar-Ruum : 30]

A. Definisi Nikah ( اَلنِّكَاحُ )

An-Nikaah menurut bahasa Arab berarti adh-dhamm (menghimpun). Kata ini dimutlakkan untuk akad atau persetubuhan.

Adapun menurut syari’at, Ibnu Qudamah rahimahullaah berkata, “Nikah menurut syari’at adalah akad perkawinan. Ketika kata nikah diucapkan secara mutlak, maka kata itu bermakna demikian selagi tidak ada satu pun dalil yang memalingkan darinya.” [1]

Al-Qadhi rahimahullaah mengatakan, “Yang paling sesuai dengan prinsip kami bahwa pernikahan pada hakikatnya berkenaan dengan akad dan persetubuhan sekaligus. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۚ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sungguh, perbuatan itu sangat keji dan dibenci (oleh Allah) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).” [An-Nisaa' : 22][2]

B. Islam Menganjurkan Nikah

Islam telah menjadikan ikatan pernikahan yang sah berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan pernikahan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama.

Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu berkata: “Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ اْلإِيْمَانِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِى.

"Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh imannya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi.’”[3]

Dalam lafazh yang lain disebutkan, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ رَزَقَهُ اللهُ امْرَأَةً صَالِحَةً فَقَدْ أَعَانَهُ اللهُ عَلَى شَطْرِ دِيْنِهِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي الشَّطْرِ الثَّانِى.

“Barangsiapa yang dikaruniai oleh Allah dengan wanita (isteri) yang shalihah, maka sungguh Allah telah membantunya untuk melaksanakan separuh agamanya. Maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam menjaga separuhnya lagi.”[4]

C. Islam Tidak Menyukai Hidup Membujang

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada orang yang tidak mau menikah. Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk menikah dan melarang membujang dengan larangan yang keras.”

Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَزَوَّجُوا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

“Nikahilah wanita yang subur dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya ummatku di hadapan para Nabi pada hari Kiamat.”[5]

Pernah suatu ketika tiga orang Shahabat radhiyallaahu ‘anhum datang bertanya kepada isteri-isteri Nabi shal-lallaahu ‘alaihi wa sallam tentang peribadahan beliau. Kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan ibadah mereka. Salah seorang dari mereka berkata: “Adapun saya, maka sungguh saya akan puasa sepanjang masa tanpa putus.” Shahabat yang lain ber-kata: “Adapun saya, maka saya akan shalat malam selama-lamanya.” Yang lain berkata, “Sungguh saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan nikah selama-lamanya... dst” Ketika hal itu didengar oleh Nabi shal-lallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda:

أَنْتُمُ الَّذِيْنَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا؟ أَمَا وَاللهِ إِنِّي َلأَخْشَاكُمْ ِللهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، وَلَكِنِّي أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّى وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي.

“Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu? Demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut kepada Allah dan paling taqwa kepada-Nya di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku ber-buka, aku shalat dan aku pun tidur, dan aku juga menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tidak menyukai Sunnahku, ia tidak termasuk golonganku.”[6]

Dan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

اَلنِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي، وَتَزَوَّجُوْا، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأُمَمَ، وَمَنْ كَانَ ذَا طَوْلٍ فَلْيَنْكِحْ، وَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَعَلَيْهِ بِالصِّيَامِ فَإِنَّ الصَّوْمَ لَهُ وِجَاءٌ.

“Menikah adalah sunnahku. Barangsiapa yang enggan melaksanakan sunnahku, maka ia bukan dari golonganku. Menikahlah kalian! Karena sesungguhnya aku berbangga dengan banyaknya jumlah kalian di hadapan seluruh ummat. Barangsiapa memiliki kemampuan (untuk menikah), maka menikahlah. Dan barangsiapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa karena puasa itu adalah perisai baginya (dari berbagai syahwat).” [7]

Juga sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

تَزَوَّجُوْا، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلاَ تَكُوْنُوْا كَرَهْبَانِيَّةِ النَّصَارَى.

“Menikahlah, karena sungguh aku akan membanggakan jumlah kalian kepada ummat-ummat lainnya pada hari Kiamat. Dan janganlah kalian menyerupai para pendeta Nasrani.”[8]

Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak akan mau menjerumuskan dirinya ke jalan kesesatan dengan hidup membujang. Sesungguhnya, hidup membujang adalah suatu kehidupan yang kering dan gersang, hidup yang tidak memiliki makna dan tujuan. Suatu kehidupan yang hampa dari berbagai keutamaan insani yang pada umumnya ditegakkan atas dasar egoisme dan mementingkan diri sendiri serta ingin terlepas dari semua tanggung jawab.

Orang yang membujang pada umumnya hanya hidup untuk dirinya sendiri. Mereka membujang ber-sama hawa nafsu yang selalu bergelora hingga kemurnian semangat dan rohaninya menjadi keruh. Diri-diri mereka selalu berada dalam pergolakan melawan fitrahnya. Kendati pun ketaqwaan mereka dapat diandalkan, namun pergolakan yang terjadi secara terus menerus lambat laun akan melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta mengganggu kesehatan dan akan membawanya ke lembah kenistaan.

Jadi orang yang enggan menikah, baik itu laki-laki atau wanita, mereka sebenarnya tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup ini. Mereka adalah orang yang paling tidak menikmati kebahagiaan hidup, baik kesenangan bersifat biologis maupun spiritual. Bisa jadi mereka bergelimang dengan harta, namun mereka miskin dari karunia Allah ‘Azza wa Jalla.

Islam menolak sistem ke-rahib-an (kependetaan) karena sistem tersebut bertentangan dengan fitrah manusia. Bahkan, sikap itu berarti melawan Sunnah dan kodrat Allah ‘Azza wa Jalla yang telah ditetapkan bagi makhluk-Nya. Sikap enggan membina rumah tangga karena takut miskin adalah sikap orang yang jahil (bodoh). Karena, seluruh rizki telah diatur oleh Allah Ta’ala sejak manusia berada di alam rahim.

Manusia tidak akan mampu menteorikan rizki yang dikaruniakan Allah ‘Azza wa Jalla, misalnya ia menga-takan: “Jika saya hidup sendiri gaji saya cukup, akan tetapi kalau nanti punya isteri gaji saya tidak akan cukup!”

Perkataan ini adalah perkataan yang bathil, karena bertentangan dengan Al-Qur-anul Karim dan hadits-hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan untuk menikah, dan seandainya mereka fakir niscaya Allah ‘Azza wa Jalla akan membantu dengan memberi rizki kepadanya. Allah ‘Azza wa Jalla menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang menikah, dalam firman-Nya:

كِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (me-nikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” [An-Nuur : 32]

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menguatkan janji Allah ‘Azza wa Jalla tersebut melalui sabda beliau:

ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ: اَلْمُجَاهِدُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ، وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيْدُ اْلأَدَاءَ، وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ الْعَفَافَ.

“Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapat pertolongan Allah: (1) mujahid fi sabilillah (orang yang berjihad di jalan Allah), (2) budak yang menebus dirinya supaya merdeka, dan (3) orang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya.” [9]

Para Salafush Shalih sangat menganjurkan untuk menikah dan mereka benci membujang, serta tidak suka berlama-lama hidup sendiri.

Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu pernah berkata, “Seandainya aku tahu bahwa ajalku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih suka menikah. Aku ingin pada malam-malam yang tersisa bersama seorang isteri yang tidak berpisah dariku.” [10]

Dari Sa’id bin Jubair, ia berkata, “Ibnu ‘Abbas ber-tanya kepadaku, ‘Apakah engkau sudah menikah?’ Aku menjawab, ‘Belum.’ Beliau kembali berkata, ‘Nikahlah, karena sesungguhnya sebaik-baik ummat ini adalah yang banyak isterinya.’”[11]

Ibrahim bin Maisarah berkata, “Thawus berkata kepadaku, ‘Engkau benar-benar menikah atau aku mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan ‘Umar kepada Abu Zawaid: Tidak ada yang menghalangi-mu untuk menikah kecuali kelemahan atau kejahatan (banyaknya dosa).’” [12]

Thawus juga berkata, “Tidak sempurna ibadah seorang pemuda sampai ia menikah.”[13]

[Disalin dari buku Panduan Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]

Source: almanhaj.or.id
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Footnote
  1. Al-Mughni ma’a Syarhil Kabiir (IX/1130).
  2. Al-Mughni ma’a Syarhil Kabiir (IX/113). Lihat ‘Isyratun Nisaa' minal Aliif ilal Yaa (hal. 12) dan al-Jaami' liahkaamin Nisaa' (III/7).
  3. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath (no. 7643, 8789). Syaikh al-Albani rahimahullaah menghasankan hadits ini, lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 625).
  4. Hadits hasan lighairihi: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath (no. 976) dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (II/161) dan dishahihkan olehnya, juga disetujui oleh adz-Dzahabi. Lihat Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib (II/404, no. 1916)
  5. Hadits shahih lighairihi: Diriwayatkan oleh Ahmad (III/158, 245), Ibnu Hibban dalam Shahihnya (no. 4017, Ta’liiqatul Hisaan ‘ala Shahiih Ibni Hibban) dan Mawaariduzh Zham’aan (no. 1228), ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath (no. 5095), Sa’id bin Manshur dalam Sunannya (no. 490) dan al-Baihaqi (VII/81-82) dan adh-Dhiyaa' dalam al-Ahaadiits al-Mukhtarah (no. 1888, 1889, 1890), dari Sha-habat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu. Hadits ini ada syawahid (penguat)nya dari Shahabat Ma’qil bin Yasar radhiyallaahu ‘anhu, diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2050), an-Nasa-i (VI/65-66), al-Baihaqi (VII/81), al-Hakim (II/ 162) dan dishahihkan olehnya. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullaah. Lihat Irwaa-ul Ghaliil (no. 1784).
  6. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5063), Muslim (no. 1401), Ahmad (III/241, 259, 285), an-Nasa-i (VI/60) dan al-Baihaqi (VII/77) dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu.
  7. Hadits shahih lighairihi: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 1846) dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 2383)
  8. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh al-Baihaqi (VII/78) dari Shahabat Abu Umamah radhiyallaahu ‘anhu. Hadits ini memiliki beberapa syawahid (penguat). Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1782).
  9. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (II/251, 437), an-Nasa-i (VI/61), at-Tirmidzi (no. 1655), Ibnu Majah (no. 2518), Ibnul Jarud (no. 979), Ibnu Hibban (no. 4030, at-Ta’liiqatul Hisaan no. 4029) dan al-Hakim (II/160, 161), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.”
  10. Lihat Mushannaf ‘Abdurrazzaq (VI/170, no. 10382), Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (VI/7, no. 16144) dan Majma’uz Zawaa-id (IV/251).
  11. Sanadnya shahih: Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari (no. 5069) dan al-Hakim (II/160).
  12. Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq (VI/170, no. 10384), Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (VI/6, no. 16142), Siyar A’lamin Nubala (V/48).
  13. Lihat Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (VI/7, no. 16143) dan Siyar A’lamin Nubala’ (V/47).

Fungsi Keluarga

Selamat Datang Di Pendidikan Keluarga , ini adalah post saya selanjutnya di Pendidikan Keluarga yang selalu berbagi Tips Keluarga di post ini saya akan berbagi hal dasar dalam suatu keluarga, yaitu Fungsi Keluarga.
Fungsi dari Keluarga
Gambaran sebuah keluarga

Fungsi Keluarga

   Fungsi Keluarga Dan Peranan Keluarga bukan hal yang sama namun tidak berbeda . karna di bilang sama ya tidak sama dan beda juga tidak terlalu berbeda namun fungsi keluarga itu sendiri sangat lah penting bagi setiap individu tanpa keluarga kita tidak memiliki orang lain yang akan membantu kita jadi saya akan membahas mengenai Fungsi keluarga karna mungkin sudah jarang ada yang mengetahui.
Fungsi Keluarga antara Lain Sebagai Berikut :
  • Fungsi Pendidikan hal ini sangat penting, dapat di lihat dari bagaimana keluarga mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan ke dewasaan dan masa depan anak.
  • Fungsi Sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik
  • Fungsi Perlindungan dapat di lihat dari bagaimana keluarga meindungi anak sehingga anggota keluarga merasa terlindungi dan merasa aman.
  • Fungsi Perasaan dapat di lihat dari bagaimana keluarga secara instuitif merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan kehormonisan dalam keluarga.
  • Fungsi Agama dapat di lihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga lainnya melalui kepala keluarga menanamkan keyakinan yang mengatur kehidupan kini dan kehidupan lain setelah dunia.
  • Fungsi Ekonomi dapat di lihat dari bagaimana kepala keluarga mencari penghasilan, mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.
  • Fungsi Biologis dapat di lihat dari bagaimana keluarga meneruskan keturunan sebagai generasi selanjutnya
  • Memberikan kasih sayang, perhatian, dan rasa aman diantara keluarga, serta membimbing pendewasaan serta kepribadian anggota keluarga

Peranan Sebuah Keluarga

Selamat Datang di Pendidikan Keluarga. ini adalah post saya selanjutnya di Pendidikan Keluarga di post ini saya akan berbagi suatu hal dasar dalam suatu keluarga, yaitu Peranan Sebuah keluarga.
Peran Keluarga
Origami Keluarga

Peranan Sebuah Keluarga

Peranan keluarga sangatlah penting bagi setiap individu karna manusia bersifat sosial atau saling bergantung(membutuhkan satu-sama lain), yang menggambarkan sebuah perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga di dasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat.

Berbagai peranan yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut:
Ayah sebagai Suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok solusinya serta sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. 
Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya. 
Anak-Anak melaksanakan peranan psikosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental dan spiritual

Jenis-Jenis Keluarga

Selamat datang di Pendidikan Keluarga. ini adalah post selanjutnya di Pendidikan Keluarga di post ini saya akan berbagi suatu hal dasar dalam suatu keluarga, yaitu Jenis-Jenis Keluarga
Potret Keluarga Inti yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak

Jenis-Jenis Keluarga

Terdapat 3 Jenis keluarga masing masing di bedakan oleh jumlah anggota keluarga tersebut.
  1. Keluarga Inti, yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak.
  2. Keluarga jonjugal, yang terdiri dari pasangan dewasa (ibu dan ayah) dan anak mereka yang terdapat interaksi dengan kerabat dari salah satu atau dua pihak orang tua
  3. Keluarga luas, yang di tarik atas dasar garis keturunan di atas keluarga utama(asli)nya. keluarga luas meliputi hubungan antara paman, bibi, keluarga kakek, keluarga nenek.
Keluarga inti atau disebut juga dengan keluarga batih ialah yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak. keluarga inti merupakan bagian dari lembaga sosial yang ada pada masyarakat. Bagi masyarakat primitif(jadul) yang mata pencariannya adalah berburu dan bertani, keluarga sudah merupakan struktur yang cukup memadai untuk menangani produksi dan konsumsi. keluarga merupakan lembaga sosial dasar dari mana semua lembaga lainnya berkembang karena kebudayaan yang makin kompleks menjadikan lembaga-lembaga itu penting

Perngertian Keluarga

Selamat Datang di Pendidikan Keluarga. Ini adalah Post Pertama saya di  Pendidikan Keluarga di post ini saya akan berbagi hal dasar dalam suatu keluarga, yaitu Pengertian Keluarga,
Keluarga
Potret sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak

Perngertian Keluarga

   Keluarga berasal dari bahasa sanskerta 'kalawarga','ras', dan 'warga' yang berarti anggota adalah lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah.

   Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, yang memiliki hubungan antar individu, memiliki hungungan antara individu,di dalam keluarga terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut.

   Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadangan saling bergantungan (membutuhkan satu sama lain) kalian bisa baca Tips Keluarga agar lebih mudah mengerti cara membuat anak jadi soleh dan soleha.

   Menuru Ahli ' Salvicion dan Celis' tahun 1998 di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah. hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.

Popular Posts